Jumat, 05 November 2010

KONSELING AGAMA
Oleh Prio Hotman




A. Pengertian Konseling Agama.
Kata konseling yang merupakan serapan dari bahasa inggris counsel, makna awalnya merujuk pada pengertian menasehati atau menganjurkan. Pada perkembangan berikutnya istilah counseling digunakan sebagai suatu kegiatan profesional dibidang jasa berupa pemberian nasehat, atau pengarahan-pengarahan kepada orang yang memiliki permasalahan mental . Setelah diserap dalam bahasa indonesia, dalam penyebutannya kemudian kata konseling sering dilekatkan dengan bimbingan. Agaknya pengkaitan istilah konseling dan bimbingan didasari atas adanya kesamaan ide antara keduanya. Jika dalam bimbingan didapat ide tentang pemberian bantuan orang yang memiliki masalah, maka dalam konseling bantuan terhadap orang yang bermasalah tersebut ditegaskan melalui pelayanan (jasa) nasehat dan pengarahan-pengarahan .
Para pakar sendiri memiliki perhatian serius dalam hal konseling ini, terlihat dari banyaknya definisi yang mereka rumuskan. Cavanagh misalnya, mendifinisikan konseling (counseling) sebagai " “a relationship between a trained helper and a person seeking help in which both the skills of the helper and the atmosphere that he or she creates help people learn to relate with themselves and others in more growth-producing ways” . Sedangkan Peppinsky lebih memilih untuk menjelaskan pengertian konseling dari aspek profesionalnya. Katanya, konseling merupakan interaksi antara dua orang yang masing-masing disebut sebagai konselor dan klien dalam suasana yang profesional dan didukung dengan alat-alat yang memudahkan konselor untuk mengubah tingkah laku klien . Sedangkan pakar Mc. Danield lebih memandang konseling sebagai pelayanan psiskis, katanya " konseling merupakan suatu pertemuan langsung dengan individu yang ditujukan pada pemberian bantuan kepadanya untuk dapat menyesuaikan dirinya secara lebih efektif dengan dirinya sendiri dan lingkungan ".
Dalam dunia Arab (baca: Islam) klasik, kegiatan profesional untuk pelayanan psikis orang yang bermasalah dikenal dengan istilah hisbah, konselornya disebut muhtasib dan kliennya disebut muhtasab 'alaih . Istilah ini walaupun memiliki kesamaan dari aspek profesi, namun dalam pengertian rincinya memiliki detail-detail yang berbeda dengan pengertian-pengertian seperti dijelaskan sebelumnya. Menurut al Ghazali, dalam pengertian yang terakhir ini bukan hanya melayani permasalahan dalam hal sosial-mu'amalah saja, tetapi tercakup juga pelayanan terhadap orang yang bermasalah dalam Ibadah . Perbedaan tersebut sebetulnya wajar saja, mengingat dalam pengertian konseling seperti diutarakan oleh pakar barat adalah konseling atas dasar pengetahuan unsich. Sedangkan konseling model hisbah lebih memiliki nilai transenden (religius) yang berarti lebih dekat kepada pengertian konseling agama.
Jika konseling agama dimaknai sebagai suatu model konseling yang menjadikan nilai-nilai religius sebagai basis pijakannya, maka dalam hal ini konseling agama memiliki dua nilai aksiologis. Pertama seperti konseling pada umumnya, konseling agama memiliki fungsi immanent, yakni sebagai instrumen perbaikan dan kesehatan mental manusia. Kedua, konseling agama berfungsi sebagai instrumen yang bernilai transendent. Artinya konseling agama dapat dimanfaatkan sebagai alat yang dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan seseorang kepada Tuhannya. Ada keterkaitan erat antara kedua fungsi immanent dan transendent dalam konseling agama, yakni melalui peningkatan iman dan ketakwaan kepada Tuhan, seseorang ditargetkan untuk mampu memperbaiki kesehatan mentalnya sehingga dengan sendirinya ia mampu mengatasi problema kehidupan yang ia sedang hadapi . Sebaliknya, ketika telah keluar dari problema kehidupan seseorang dapat lebih bersukur atas karunia Tuhannya sehingga bertambahlah iman dan ketakwaannya. Inilah makna yang sebenarnya terkandung dalam pengertian konseling agama.
Dalam praktiknya, konseling agama dapat dikaitkan dengan keyakinan manapun selama mengikutsertakan nilai-nilai transenden di dalamnya. Dalam dunia Barat-Kristen misalnya, dikenal istilah pastoral counseling (konseling gaya pastur) yang merupakan konseling dengan mengikutsertakan nilai-nilai ajaran kristen di dalamnya . sedangkan dalam dunia Islam modern, konseling agama dikenal dengan sebutan Irsad al Nafsy yang berarti bimbingan kejiwaan yang dalam praktiknya tentu memasukkan nilai-nilai keislaman di dalamnya. Pada intinya, seorang konselor agama dituntut lebih dari sekedar memiliki kemampuan dalam membimbing kliennya untuk memecahkan masalah, lebih dari itu ia juga dituntut agar si klien mampu berpartisipasi dalam ritual-ritual keagamaan .

B. Konsep Konseling Islami.
Seperti layaknya keilmuan islam pada umumnya, konseling Islami juga didasarkan pada sumber ajaran Islam, yakni al Qur'an dan al Sunnah dilengkapi dengan warisan pemikiran pakar-pakar Islam. Latar belakang konseling Islam mempertanyakan sejumlah hal seperti hakekat manusia, individu bermasalah dan masalah-masalah individu, perkembangan kepribadian individu, dan metode membantu individu yang bermasalah .
Menurut pakar konseling Islam Jabir Tayyam, konseling Islam merupakan profesi yang bertujuan untuk mempersiapkan individu agar mampu memahami lingkungan kekinian serta siap untuk menghadapi masa depannya melalui adaptasinya terhadap lingkungan dan masyarakat sehingga jiwanya mampu membimbingnya untuk berinteraksi secara sehat dengan orang-orang dan keadaan sekitarnya . Adaptasi jiwa terhadap lingkungan secara sehat menurut H.M Arifin seperti dikutip Erhamwilda, didapat seseorang ketika kesadaran atau penyerahan diri terhadap kekuasaan Allah sehingga timbul pada pribadinya suatu cahaya harapan kebahagiaan hidup saat sekarang dan masa depannya .
Seperti istilah bimbingan dan konseling, dalam konseling Islam dibedakan pula antara Taujîh al nafs dan Irsyâd al Nafs. Taujih al nafs merupakan sekumpulan langkah-langkah pelayanan kejiwaan termasuk di dalamnya Irsyad al nafs di samping prinsip-prinsip, teori dan program bimbingan yang lainnya. Melalui pengertian ini, berarti irsyad al nafs dalam konseling Islam merupakan suatu instrumen pokok (al 'amaliyyah al ra'isiyyah) dalam taujih al nafs . Hubungan yang demikian ini memposisikan taujih al nafs setara dengan bimbingan dan irsyad al nafs dengan konseling.
Sebagai konseling yang bernilai Islam, metodologi irsyad al nafs menekankan ajaran agama sebagai penggerak praktisnya. Seorang konselor dalam hal ini dituntut untuk memiliki pengetahuan yang dalam mengenai pokok-pokok ajaran agama semisal karakteristik manusia dan sebab-sebab keterasingan jiwa dalam pandangan Islam seperti dosa, pemahaman keliru, perasaan bersalah hingga lemahnya iman . Konselor juga dituntut untuk mengenal pelbagai gangguan jiwa seperti stress (inhirâf), gelisah (qalaq), hingga sikap psikopat (iktinâb) sekaligus antisipasinya menurut Islam seperti Iman, jalan suci (al sulûk al dîniy) dan budi pekerti luhur. Adapun langkah-langkah yang ditempuh lebih bersifat mandiri, artinya konselor berusaha agar si klien mampu mengobati penyakitnya sendiri baik melalui pengakuan dosa (I'tirâf), taubat, merenung dan berdoa serta mengharap rahmat pengampunan Allah melalui Zikir, sabar dan tawakal .
Konsep konseling Islam secara mendasar berpijak pada pandangan Islam mengenai hakekat manusia. Dalam al Qur'an, dijelaskan bahwa manusia merupakan manusia yang memiliki dua unsur, yakni unsur material dan roh (QS al Hijr/15: 28-29). Sebagai mahluk yang memiliki dua unsur, persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kehidupan manusia tidak layaknya dipandang dari sisi materialnya saja. Lebih dari itu, unsur roh yang transenden (jiwa) juga mesti mendapatkan porsi perhatian dalam setiap penanganan persoalan kemanusiaan .
Islam berpandangan bahwa jiwa manusia secara fitrah (asal kejadiannya) telah didesain dengan sempurna. Kesempurnaan desain jiwa manusia itu menurut Achamad Mubarok karena Allah telah memberikan dua potensi kepada manusia untuk memahami kebaikan dan kejahatan. Dengan potensi tersebut, jiwa manusia mungkin bisa meingkatkan kualitas kesuciaannya atau malah dapat tercemar dan menjadi kotor . Konseling Islam memandang perlunya mentargetkan kualitas kesucian jiwa manusia melalui potensi kebaikan (iman) yang telah ada dalam diri manusia. Dengan peningkatan kesucian jiwa melalui Iman, seseorang diharapkan mampu memahami persoalan-persoalan hidup yang melingkupinya sehingga dapat direspon melalui sikap dan penanganan yang tepat dan bijak.
Sebaliknya, jiwa yang kotor dan tercemar dinilai tidak mampu untuk memahami persoalan hidup manusia secara proporsional. Jika demikian, maka respon yang diberikan terhadap persoalan tersebut menjadi bias bahkan bisa merugikan manusia itu sendiri. Karena hal demikian adalah permasalahan manusia , maka dalam konseling Islam, jiwa yang kotor perlu dibersihkan agar berkualitas melalui suatu proses yang disebut dengan tazkiah al nafs. Menurut Sa'id Hawwa, tazkiah al nafs secara teknis dilakukan dengan melepaskan jiwa manusia dari ikatan-ikatan syirik dan cabang-cabangnya. Setelah itu, dilanjutkan dengan aktualisasi jiwa melalui nilai-nilai tauhid melalui proses takhalluq dengan asma' al husna dan ketundukan seutuhnya kepada Allah atas dasar peneladanan sikap Rasul .
Konseling Islam menilai bahwa manusia bermasalah adalah mereka yang dalam jiwanya terdapat penyakit-penyakit seperti kufur, fasiq, bid'ah, syirik, riya, cinta kedudukan, dengki, sombong, kikir, bimbang (ghurur), emosional, cinta dunia dan mengikuti hawa nafsu . Penyakit-penyakit seperti di atas dapat merusak kualitas jiwa manusia yang akhirnya dapat menutup pandangan manusia untuk dapat melihat persoalan secara proporsional. Sa'id Hawwa menyebutkan beberapa metode yang tepat untuk membersihkan jiwa dari penyakit-penyakit di atas seperti memurnikan jiwa melalui tauhid, kejujuran terhadap Tuhan, zuhud, tawakkal, mahabbatullah, harap (rajâ) dan cemas (khauf), takwa dan wara', sukur, sabar, pasrah dan ridha, muraqabah da musyahadah (ihsan) serta taubat .

C. Konsep Konseling Barat.
Dalam dunia barat, penyebutan istilah konseling sering dikonotasikan sebagai konseling sekuler unsich. Pandangan demikian ini tidak sepenuhnya benar mengingat dalam masyarakat Barat juga dikenal konseling pastoral yang mengklaim berbeda sepenuhnya dengan konseling sekuler. Seperti halnya konseling Islam, konseling Barat-Kristen juga menjadikan basis ajaran agama sebagai pondasi konsepnya. Konseling Barat-Kristen memang memiliki kesamaan dengan konseling sekular dari segi hasrat dan harapan untuk menolong manusia mengatasi permasalahan mereka, menemukan arti dan kebahagiaan dalam hidup, mengenali diri pribadi mereka lebih dalam, dan menjadi manusia yang sehat, yang berfungsi sepenuhnya dan dapat menempatkan diri serta merespon dengan tepat secara mental dan emosional .
Perbedaan yang signifikan antara konseling Barat-Kristen dan Barat-Sekuler menurut ikatan konselor bible internasional adalah " In Contrast to psychologically-integrated systems, Biblical counseling seeks to carefully discover those areas in which a Christian may be disobedient to the principles and commands of Scripture and to help him learn how to lovingly submit to God’s will ”. Dalam pengakuan mereka, konseling kristen juga berbeda dengan konseling sekuler dari pijakannya, jika konseling sekuler didadasari atas natural laws (hukum alam) dan conscience laws (hukum hati nurani), maka konseling kristen didasari juga dengan God laws (hukum Tuhan) .
Sedangkan konsep konseling yang dalam pandangan Barat-Sekular lebih didasarkan pada Ilmu pengetahuan dapat dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama konseling yang dilakukan dengan pendekatan psikodinamika. Yaitu konseling yang berlandaskan terutama pada pemahaman, motivasi tak sadar serta rekonstruksi kepribadian. Model-model terapi yang diterapkan dalam kategori ini adalah kategori terapi psikoanalitik. Kedua konseling terapi yang berorientasi pemangalaman, dan relasi yang berlandaskan psikologi humanistik. Model-model terapi yang digunakan pada kategori ini meliuti terapi eksistensial, client-centered dan terapi gestalt. Ketiga konseling yang menggunakan terapi-terapi yang berorientasi pada tingkah laku, rasional-kognitif dan tindakan. Model-model terapi yang digunakan dalam kategori ini meliputi analisis transaksional, terapi tingkah laku, rasional emotif, dan terapi realitas .
Dalam konsep konseling Barat-sekular, hubungan antara konselor dan kliennya tidak lebih sebatas hubungan profesional yang tidak ada sangkut pautnya dengan eskatologis. Artinya, dalam konseling sekular seorang konselor hanya bertugas membantu individu untuk keluar dari permasalahan hidup kekinian ketika mereka sedang berjuang mengatasi masalah, keputusan hidup, atau ketika seseorang merasakan stagnasi dalam hidup kemudian menginginkan perubahan. Baik ketika masalah yang dimaksud berhubungan dengan anggota keluarga lain, teman, hingga interaksi dalam lingkungan pekerjaan . Menurut Thomas J. Sweney, dalam konseling Barat-Sekular dikenal istilah wellnes counseling (konseling kesehatan fisik) yang jauh – atau malah tidak mengkaitkan sama sekali – dengan tujuan-tujuan eskatologis secara langsung. Katanya " Counseling from a wellness perspective requires that the professional helper introduce a wellness model as a framework for discussing wellness with a client. Understanding what wellness means to the individual, and how they assess their wellness in relation to the components of the model, is important for understanding how the client interprets the personal meaning of wellness concepts and behaviors. Careful listening will reveal much of the client’s private logic" . Kemudian ia memberi contoh bagaimana seorang konselor yang dengan seksama misalnya mendengarkan alur logika klien yang bermasalah dalam hal kelebihan berat badan ketika ia mempertanyakan perihal orang lain yang makan banyak namun tidak gemuk, sedangkan ia tidak makan banyak malah kegemukan .




D. Perbedaan Konseling Islam Dan Konseling Barat.
Jika yang dimaksud dengan konseling Barat dalam hal ini diidentikan dengan konseling kristen, maka perbedaan dengan konseling Islam hanyalah dalam implementasi dan teknisnya. Jika dalam konseling Islam yang menjadi basis pijakan adalah ketentuan legal Islam (al Qur'an dan sunnah), maka dalam konseling kristen berbasis pada ketentuan-ketentuan biblical. Namun secara konsep, antara konseling Islam dan konseling kristen memiliki concern yang sama ketika mengkaitkan keyakinan dengan proses pelayanan kejiwaan individu. Konseling Islam dan kristen sebagai bagian dari model konseling agama juga memiliki kesamaan dalam menilai perlunya membedakan identitas dengan konseling sekular .
Pertama, konseling sekular berorientasi pada manusia (anthropo centris) dan sumber pengetahuannya adalah pengetahuan dan akal budi manusia (humanisme). Sedangkan dalam konseling agama orientasi didasarkan pada ketuhanan (Theocentris) dan menjadikan basis pengetahuannya dari ajaran kitab suci dan pengetahuan-pengetahuan yang sejalan dengannya. Dalam konseling Islam diyakini bahwa Allah telah menentukan sejumlah petunjuk bagaimana seharusnya manusia hidup dan jalan keluar dari permasalahan kehidupan.
Kedua, dari segi tujuan konseling sekular semata-mata mengarah kepada kebahagiaan hidup. Sedangkan dalam konseling agama, tujuannya adalah bagaimana seorang individu yang bermasalah mampu kembali mendekati Allah dan hidup dalam petunjuk-Nya. Adapun kebahagiaan hidup hanyalah sebagai buah dari kedekatannya dengan sang pencipta.
Ketiga, dari segi prinsip-prinsipnya konseling sekuler lahir dari hikmat dan filsafat manusia untuk menjawab semua kebutuhan dan permasalahan hidup manusia. Sedangkan konseling agama berprinsip dari keyakinan, jika dalam konseling Islam dijelaskan bagaimana konselor berusaha menyampaikan hidayah Allah kepada si klient, maka dalam konseling kristen diyakini bahwa Roh Kudus melalui konselor berusaha mewujudkan kehendak Tuhan dalam hidup klient.
Keempat, dari segi kebenaran moralitas, konseling sekuler ditentukan oleh situasi etika masyarakat saat itu yang mungkin bisa mengalami pergeseran-pergeseran nilai. Sedangkan dalam konseling agama (Islam dan Kristen) kebenaran moralitasnya berakar dari keyakinan masing-masing tentang ultimate truth yang implisit dalam kitab suci masing-masing yang tidak akan berubah atau mengalami pergeseran (universal).
Wallâhu A'lam bi al Sawwab.

Catatan Akhir:
__________________

Lihat Budiono, Kamus Ilmiah Populer Internasional, (Surayabaya: Alumni Surabaya, 2005), h. 331.
Achmad Mubarok menjelaskan dua macam pandangan tentang dikaitkannya antara bimbingan dan konseling. Pendapat pertama menganggap bahwa konseling merupakan bagian dari bimbingan atau lebih tepatnya teknis dari bimbingan. Pendapat kedua menganggap bahwa pusat perhatian bimbingan adalah pencegahan masalah, sedangkan jika masalah tersebut telah diderita seseorang maka di sinilah letak perhatian konseling. Lihat Achmad Mubarok, Konseling Agama Teori dan Kasus, (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 2002), Cet. Ketiga, h. 3.
Hubungan antara seorang penolong yang terlatih dan seseorang yang mencari pertolongan, di mana keterampilan si penolong dan situasi yang diciptakan olehnya menolong orang untuk belajar berhubungan dengan dirinya sendiri dan orang lain dengan terobosan-terobosan yang semakin bertumbuh (growth-producing ways). Lihat tanpa nama, Pengertian Bimbingan Konseling menurut para Ahli, diakses dari www.4Shared.com, pada 24 oktober 2009.
Ibid.
Ibid.
Baca Achmad Mubarok, Konseling Agama Teori dan Kasus, (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 2002), Cet. Ketiga, h. 79. Lihat juga Achmad Mubarok, Konseling Agama Dalam Tradisi Islam Klasik, Diakses dari www.KampusIslam.Com pada tanggal 24 Oktober 2009.
Lihat Abu Hamîd al Ghazâli, Ihyâ 'Ulûm al Dîn, (Beirut: Dar al Fikr, tt), Juz 2, h. 155.
Achmad Mubarok, Op.Cit, h. 5.
Pastoral konseling yaitu gembala yang memberikan nasihat, penghiburan dan penguat bagi warga gerejanya. Konseling ini dilakukan melalui mihrab (altar) gereja dengan pastor sebagai konselornya. Klien menggunakan jasa ini dengan cara confession (pengakuan dosa) dan pastor mendengarkannya dari dalam mihrab. Setelah itu, sang pastor memberikan beberapa wejangan sambil membacakan beberapa firman Tuhan dalam kitab perjanjian. Lihat Deny Harseno, Pastoral Konseling, diakses dari www.Blogspot.Com, pada 28 oktober 2009. Namun demikian, konseling pastoral ini tidak begitu populer, hal demikian terbukti melalui interest masyarakat Barat yang lebih memilih jasa konselor ilmiah-sekuler ketimbang konseling agama model pastoral ini.
Louis A. Gamino & R. Hal Ritter JR, Ethical Practice In Grief Counseling, (New York: Springer Publising Compani, 2009), h. 2.
Erhamwilda, Konseling Islami, (Yogykarta: Graha Ilmu, 2009), Cet. Pertama, h. 3.
Jabir Tayyam menulis
هو عملية مساعدة الفرد فى فهم حاضره واعداده لمستقبله يهدف وضعه فى مكانه المناسب له وللمجتمع ومساعدته فى تحقيق التوافق الشخصي والتربوي والمهني والاجتماعي حتى يحقق الصحة النفسية والسعادة مع نفسه ومع الاخرين فى المجتمع المحيط به.
Baca Jabir Tayyam, Mabâdi al Taujîh al Irsyâd al Nafsy, (Yordania: Dar al Shafa, 1999), Cet. Pertama, h. 13.
Erhamwilda, Op.Cit, h. 95.
Ibid.
Ibid, h. 16.
Ibid.
Erham Wilda, Op.Cit, h. 5.
Achmad Mubarok, Sunnatullah Dalam Jiwa Manusia: Sebuah Pendekatan Psikologi Islam, (Jakarta: IIIT, 2002), h. 25.
Erhamwilda menyebutkan empat sumber masalah psikis manusia, yang dua berkaitan dengan fisik yaitu jasad dan lingkungan non spiritual, yang dua lagi secara berturut-turut adalah qalb (hati), dan akal. Baca Erhamwilda, Op.Cit, h. 57-63.
Said Hawwa Menulis
تزكية النفس تعنى باختصار تطهيرها من الشرك وما يتفرع عنه وتحقيقها بالتوحيد وما يتفرع منه وتخلقها باسماء الله الحسنى مع العبودية الكاملة لله...و كل ذالك من خلال اقتداء رسول الله.
Baca Sa'id Hawwa, al Mustakhlish Fi Tazkiat al Anfus, (Kairo: Dar al Salam, 2004), Cet. Kesepuluh, h. 153.
Ibid, h. 159.
Ibid, h. 261.
Garry R. Collins, The Biblical Basis Of Christian Conseling For People Helper, (Colorado: NavPress Publising Group, 1993), h. 2.
Berbeda dengan sistem kesatuan psikater, konseling bible menelusuri secara seksama bilamana ada seorang kristen yang menyalahi ajaran bible untuk membantu dia agar dengan sukarela mematuhi kehendak Tuhan. Lihat Ibid.
Ibid.
Erhamwilda, Op.Cit, h.77.
Counseling and psychotherapy share much in common with other human interactions that individuals may find helpful when they are struggling with problems, life decisions, or desired changes in their lives, whether the interactions occur with professionals, family members, or friends. Baca Fong Chan, Norman L. Berven, and Kenneth R. Thomas, ed., Counseling Theoris And Techniques For Rehabilitation Health Professional, (New York: Spring Publishing Company, 2004), h. 4.
Dari perspektif wellnes counceling, mempersoalkan bagaimana seorang konselor memperkenalkan suatu model kesehatan yang diutarakan dalam suatu frame work yang dapat didiskusikan dengan klient. Memberikan pengertian tentang arti kesehatan bagi individu dan bagaimana mereka menilai kesehatan menurut pandangan mereka dengan memperhatikan interpretasi klien mengenai konsep kesehatan dan kaitannya dengan prilaku mereka. Baca Thomas J. Sweney, Adlerian Counseling And Phsicotherapy, (New York: Routledge Taylor & Francis Groupj, 2009), Cet. Kelima, h. 42.
Ibid.
Garry R. Collins, Op.Cit, h. 5-8.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar